Sekarang ini, sudah banyak pemberitaan tentang potensi
penerapan nanoteknologi pada bidang kesehatan, tekstil, teknologi
informasi dan komunikasi, serta energi. Nanoteknologi disebut sebagai
revolusi industri yang baru, di mana banyak negara maju dan berkembang
tertarik untuk dapat terlibat dalam pasar nanoteknologi. Dunia menanam
investasi US$ 9 milyar di bidang nanoteknologi pada tahun 2006 dan akan
meningkat tajam menjadi US$ 1 trilyun pada tahun 2015 nanti.
Hingga
2006, sudah ada 400 perusahaan di seluruh dunia yang aktif dalam
penelitian dan pengembangan produk nanoteknologi dan jumlahnya akan
terus bertambah. Diperkirakan pada 2010 akan terdapat ribuan perusahaan
yang menerapkan nanoteknologi di bidang pangan. Dalam hal jumlah
perusahaan, Amerika Serikat memimpin, diikuti Jepang, Cina, dan
negara-negara Uni Eropa. Business Communications Company dalam analisa
pasar dan industri nanoteknologi memperkirakan bahwa pasar nanoteknologi
sebesar US$ 7,6 milyar pada tahun 2003 dan diharapkan menjadi US$ 1
trilyun pada 2011. Nanoteknologi pada industri pangan dan pertanian juga
memiliki potensi yang besar. Studi yang dilakukan Helmuth Kaiser
Consultancy meramalkan pasar pangan nanoteknologi akan meningkat dari
US$ 2,6 milyar (2004) menjadi US$ 20,4 milyar pada tahun 2010. Pasar
terbesar ada di Asia, terutama dipimpin oleh Cina dengan jumlah
penduduknya yang besar. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar,
tentu akan menjadi target pasar berikutnya.
Beberapa industri
pangan besar di dunia sudah mulai melakukan pengembangan untuk lebih
menggali potensi penggunaan nanoteknologi pada pangan dan kemasannya.
Secara umum, penerapan nanoteknologi di industri pangan dapat ditemui
pada berbagai sektor, diantaranya pada pengolahan, produk, pemantauan
kualitas, dan kemasan pangan.
Arah nanoteknologi
di industri pangan
di industri pangan
Dampak
nanoteknologi pada industri pangan sudah semakin jelas terlihat pada
beberapa tahun terakhir. Beberapa organisasi mengadakan
pertemuan-pertemuan untuk membahas topik ini, dan liputan oleh media
juga sudah mulai banyak dilakukan. Beberapa perusahaan juga sudah mulai
membuka informasi tentang produk nanoteknologi mereka, baik yang sudah
diproduksi maupun yang masih direncanakan. Hal ini dilakukan untuk
menjaga pasar yang sudah mereka miliki dan meraih pasar di masa yang
akan datang.
Arah teknologi kemasan pangan teknologi nano ke
depan adalah pengembangan kemasan yang dapat mengoptimalkan masa
kadaluarsa produk. Sistem kemasan “pintar” (smart packaging) dapat
memperbaiki sendiri kerusakan kemasan, mampu menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan (kelembaban dan suhu), dan memberi tanda atau peringatan
pada konsumen jika produk terkontaminasi. Sifat kemasan juga dapat
dimodifikasi sehingga lebih tahan panas, tahan bahan kimia, serta tahan
mikroorganisme.
Penelitian yang dilakukan Frost and Sullivan
menemukan bahwa sekarang ini konsumen meminta kemasan pangan yang lebih
baik dalam hal melindungi kualitas, kesegaran, dan keamanan pangan. Hal
ini mendorong perusahaan-perusahaan untuk melakukan inovasi dalam
kemasan pangan. Salah satu contohnya adalah Kraft Foods bersama peneliti
dari Rutger University di Amerika Serikat mengembangkan nanosensor yang
dapat mendeteksi gas yang dihasilkan dari pangan yang basi, walaupun
dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Ketika gas ini terdeteksi, sensor
akan berubah warna, sehingga kondisi kesegaran makanan dapat dilihat
secara visual. Untuk tujuan keamanan pangan yang sama, peneliti di Good
Food Project (Uni Eropa) mengembangkan nanosensor yang mudah dibawa
untuk mendeteksi keberadaan bahan kimia, racun, dan mikroorganisme
penyebab penyakit pada pangan.
Perusahaan Bayer Polymer telah
mengembangkan kemasan plastik yang lebih ringan, kuat, dan tahan
terhadap panas dibanding produk yang kini terdapat di pasar. Tujuan
utama pengembangan produk ini adalah untuk menjaga tingkat kekeringan
makanan serta melindunginya dari oksigen dan kelembaban udara. Cara lain
melindungi pangan adalah dengan memodifikasi kemasan pangan dengan
partikel perak berskala nanometer. Nanopartikel perak dapat menghambat
dan membunuh mikroorganisme penyebab makanan menjadi basi, dan perak
cenderung aman bagi sel manusia.
Nanokapsul
Selain
untuk kemasan, nanoteknologi juga sudah berdampak pada pengembangan
makanan dengan fungsi khusus, yang akan merespon sesuai kebutuhan di
dalam tubuh manusia. Salah satu contohnya adalah desain nanokapsul yang
mampu menghantarkan zat gizi secara lebih baik, efisien dan sesuai
kebutuhan tubuh (Lihat Gambar). Penambahan nanokapsul pada pangan dapat
membantu penyerapan zat gizi yang lebih baik. Salah satu perusahaan roti
di Australia menambahkan nanokapsul berisi minyak ikan tuna (mengandung
omega 3) pada produk roti mereka. Kapsul ini dirancang untuk melepaskan
isi minyak ikan hanya ketika kapsul berada di dalam perut, sehingga
menghindari rasa dan bau yang kurang menyenangkan dari minyak ikan.
Perusahaan bernama Biodelivery Sciences International telah
mengembangkan nanokapsul yang dapat digunakan untuk dengan lebih efektif
mengantarkan zat gizi seperti vitamin, asam lemak, omega, dan
antioksidan likopen ke sel-sel tubuh tanpa mempengaruhi rasa dan warna
produk pangan.
Beberapa produk pangan menggunakan bahan pelapis
sebagai sistem perlindungan, seperti bahan pelapis yang digunakan pada
buah-buahan, sayuran, daging, roti, atau keju. Nanoteknologi
memungkinkan dibuatnya lapisan tipis untuk melindungi makanan dengan
ketebalan kurang dari 100 nm yang tidak terlihat oleh mata. Lapisan
melindungi dari kelembaban, menjaga rasa dan warna makanan, serta
memperpanjang masa kadaluarsa produk pangan. Selain itu, bahan
pelapisnya juga aman untuk dimakan
Tren nano-food 2010
Untuk
negara berkembang yang kekurangan pangan dan masih banyak membutuhkan
sumber pangan, nanoteknologi dapat membantu dalam meningkatkan kualitas
maupun kuantitas produk pertanian sebagai bahan pangan. Pemanfaatan
nanoteknologi kemungkinan dilakukan lewat teknik-teknik baru
nanoteknologi yang membantu dalam peningkatan kualitas benih tanaman dan
untuk meningkatkan jumlah hasil panen lewat rekayasa genetik.
Pasar untuk produk pangan olahan dengan sentuhan nanoteknologi
kemungkinan akan terus bertambah di negara berkembang, termasuk di
Indonesia. Konsumen yang sudah tercukupi kebutuhan pangannya akan lebih
meminta adanya produk pangan dengan kualitas yang lebih baik, terutama
dari segi kesegaran dan kesehatan. Selain itu, akan lebih banyak
permintaan relaxation food, atau makanan yang tidak hanya memberi rasa
nyaman, tetapi juga makanan yang menyenangkan. Nanoteknologi memenuhi
kebutuhan konsumen modern dengan menjaga kesegaran pangan dan memberi
tambahan-tambahan sifat baru pada pangan yang lebih memperhatikan sisi
kesehatan serta memberi kenyamanan yang lebih.
Dengan permintaan
konsumen seperti ini, perusahaan-perusahaan industri pangan akan lebih
banyak lagi mengembangkan kemasan yang dapat mempertahankan kesegaran,
tampilan, dan rasa makanan secara lebih baik. Selain itu akan mulai
bertambah pula produk-produk pangan dengan tambahan zat gizi sehingga
menambah kualitas pangan dari sisi kesehatan.
Pemanfaatan nanoteknologi akan mampu menghasilkan produk-produk dengan
zat gizi tambahan seperti ini tanpa mengganggu rasa. Penyerapan zat gizi
juga akan lebih ditingkatkan dengan mengembangkan produk pangan
sehingga zat gizi di dalamnya akan lebih efektif dan efisien diserap
sesuai kebutuhan tubuh.
Menurut kajian tentang tren pangan di
tahun 2010 yang dirilis oleh Food Channel®, di antara daftar 10 besar
(Top Ten), terdapat beberapa contoh penerapan nanoteknologi di industri
pangan. Di urutan ke-2 adalah experimentation food yang menunjukkan
masyarakat akan mudah tertarik untuk mencoba-coba produk pangan baru
atau dengan kemasan baru. Jenis produk pangan baru dengan nano-kapsul,
nano-coating dan nano-emulsi bisa menarik perhatian masyarakat untuk
mencoba untuk merasakannya. Di urutan ke-5 adalah new luxury food yang
menunjukkan masyarakat mulai mau membeli produk pangan yang harganya
lebih mahal, asalkan produk tersebut memiliki keunggulan-keunggulan
dibanding makanan yang biasa. Keunggulan tersebut bisa dalam bentuk
kandungan residu pestisida, gula, maupun lemak yang rendah. Beberapa
produk nano-food sudah berhasil membuat produk rendah lemak, dengan rasa
yang tetap terjaga. Di urutan ke-7 adalah food with benefits yang
merupakan contoh paling banyak dari penerapan nanoteknologi di industri
pangan. Penambahan vitamin, mineral, omega 3 dan zat-zat gizi lainnya
yang dibutuhkan tubuh dapat difortifikasi dengan metode nano-enkapsulasi
maupun nano-emulsifikasi.
Regulasi teknologi nano Konsumen
modern juga akan lebih kritis terhadap kandungan-kandungan yang ada pada
produk pangan dan kemasannya, sehingga dibutuhkan sosialisasi dan
pendidikan tentang teknologi nano utamanya pada produk pangan. Ini akan
membuat perusahaan-perusahaan industri pangan yang memanfaatkan
nanoteknologi akan lebih terbuka terhadap produk mereka. Nanoteknologi,
terutama nanopartikel yang digunakan pada bahan dan produk pangan akan
lebih banyak berhubungan dengan manusia. Oleh karena itu, selain melihat
pada manfaatnya perlu dilihat pula keamanan nanopartikel bagi tubuh
manusia. Diperlukan studi dan kajian yang mendalam untuk mempelajari
pengaruh nanopartikel pada tubuh dan kesehatan manusia, bahkan
pengaruhnya terhadap lingkungan. Hal ini dibutuhkan untuk selanjutnya
membuat peraturan tentang penggunaan nanopartikel yang dapat menjamin
penggunaannya.
Sampai saat ini belum ada regulasi yang khusus
mengatur tentang material nano dalam produk komersial, khususnya untuk
produk pangan. Namun demikian, banyaknya komentar dan permintaan dari
publik untuk berhati-hati terhadap gelombang penerapan teknologi nano,
maka US FDA (Food Drug Adminitration) mulai membentuk Nanotechnology
Task Force. Publik mendorong agar riset terkait EHS (environment, health
and safety) mendapatkan prioritas, karena selama ini riset EHS hanya
mendapatkan 4% pendanaan dari NNI (National Nanotechnology Initiative)
di Amerika Serikat. Pada tahun-tahun mendatang, riset tentang potensi
resiko nanoteknologi pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia akan
semakin mendapat perhatian dengan dukungan biaya yang lebih besar.
Dr. Eng. Agus Haryono,
Polymer Chemistry Group,
Pusat Penelitian Kimia LIPI
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang
Polymer Chemistry Group,
Pusat Penelitian Kimia LIPI
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar