Sabtu, 25 Mei 2013

Tren Nanoteknologi di Industri Pangan pada 2010

Sekarang ini, sudah banyak pemberitaan tentang potensi penerapan nanoteknologi pada bidang kesehatan, tekstil, teknologi informasi dan komunikasi, serta energi. Nanoteknologi disebut sebagai revolusi industri yang baru, di mana banyak negara maju dan berkembang tertarik untuk dapat terlibat dalam pasar nanoteknologi. Dunia menanam investasi US$ 9 milyar di bidang nanoteknologi pada tahun 2006 dan akan meningkat tajam menjadi US$ 1 trilyun pada tahun 2015 nanti.
Hingga 2006, sudah ada 400 perusahaan di seluruh dunia yang aktif dalam penelitian dan pengembangan produk nanoteknologi dan jumlahnya akan terus bertambah. Diperkirakan pada 2010 akan terdapat ribuan perusahaan yang menerapkan nanoteknologi di bidang pangan. Dalam hal jumlah perusahaan, Amerika Serikat memimpin, diikuti Jepang, Cina, dan negara-negara Uni Eropa. Business Communications Company dalam analisa pasar dan industri nanoteknologi memperkirakan bahwa pasar nanoteknologi sebesar US$ 7,6 milyar pada tahun 2003 dan diharapkan menjadi US$ 1 trilyun pada 2011. Nanoteknologi pada industri pangan dan pertanian juga memiliki potensi yang besar. Studi yang dilakukan Helmuth Kaiser Consultancy meramalkan pasar pangan nanoteknologi akan meningkat dari US$ 2,6 milyar (2004) menjadi US$ 20,4 milyar pada tahun 2010. Pasar terbesar ada di Asia, terutama dipimpin oleh Cina dengan jumlah penduduknya yang besar. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, tentu akan menjadi target pasar berikutnya.
Beberapa industri pangan besar di dunia sudah mulai melakukan pengembangan untuk lebih menggali potensi penggunaan nanoteknologi pada pangan dan kemasannya. Secara umum, penerapan nanoteknologi di industri pangan dapat ditemui pada berbagai sektor, diantaranya pada pengolahan, produk, pemantauan kualitas, dan kemasan pangan.
Arah nanoteknologi
di industri pangan
Dampak nanoteknologi pada industri pangan sudah semakin jelas terlihat pada beberapa tahun terakhir. Beberapa organisasi mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas topik ini, dan liputan oleh media juga sudah mulai banyak dilakukan. Beberapa perusahaan juga sudah mulai membuka informasi tentang produk nanoteknologi mereka, baik yang sudah diproduksi maupun yang masih direncanakan. Hal ini dilakukan untuk menjaga pasar yang sudah mereka miliki dan meraih pasar di masa yang akan datang.

Arah teknologi kemasan pangan teknologi nano ke depan adalah pengembangan kemasan yang dapat mengoptimalkan masa kadaluarsa produk. Sistem kemasan “pintar” (smart packaging) dapat memperbaiki sendiri kerusakan kemasan, mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan (kelembaban dan suhu), dan memberi tanda atau peringatan pada konsumen jika produk terkontaminasi. Sifat kemasan juga dapat dimodifikasi sehingga lebih tahan panas, tahan bahan kimia, serta tahan mikroorganisme.

Penelitian yang dilakukan Frost and Sullivan menemukan bahwa sekarang ini konsumen meminta kemasan pangan yang lebih baik dalam hal melindungi kualitas, kesegaran, dan keamanan pangan. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan untuk melakukan inovasi dalam kemasan pangan. Salah satu contohnya adalah Kraft Foods bersama peneliti dari Rutger University di Amerika Serikat mengembangkan nanosensor yang dapat mendeteksi gas yang dihasilkan dari pangan yang basi, walaupun dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Ketika gas ini terdeteksi, sensor akan berubah warna, sehingga kondisi kesegaran makanan dapat dilihat secara visual. Untuk tujuan keamanan pangan yang sama, peneliti di Good Food Project (Uni Eropa) mengembangkan nanosensor yang mudah dibawa untuk mendeteksi keberadaan bahan kimia, racun, dan mikroorganisme penyebab penyakit pada pangan.

Perusahaan Bayer Polymer telah mengembangkan kemasan plastik yang lebih ringan, kuat, dan tahan terhadap panas dibanding produk yang kini terdapat di pasar. Tujuan utama pengembangan produk ini adalah untuk menjaga tingkat kekeringan makanan serta melindunginya dari oksigen dan kelembaban udara. Cara lain melindungi pangan adalah dengan memodifikasi kemasan pangan dengan partikel perak berskala nanometer. Nanopartikel perak dapat menghambat dan membunuh mikroorganisme penyebab makanan menjadi basi, dan perak cenderung aman bagi sel manusia.
Nanokapsul
Selain untuk kemasan, nanoteknologi juga sudah berdampak pada pengembangan makanan dengan fungsi khusus, yang akan merespon sesuai kebutuhan di dalam tubuh manusia. Salah satu contohnya adalah desain nanokapsul yang mampu menghantarkan zat gizi secara lebih baik, efisien dan sesuai kebutuhan tubuh (Lihat Gambar). Penambahan nanokapsul pada pangan dapat membantu penyerapan zat gizi yang lebih baik. Salah satu perusahaan roti di Australia menambahkan nanokapsul berisi minyak ikan tuna (mengandung omega 3) pada produk roti mereka. Kapsul ini dirancang untuk melepaskan isi minyak ikan hanya ketika kapsul berada di dalam perut, sehingga menghindari rasa dan bau yang kurang menyenangkan dari minyak ikan. Perusahaan bernama Biodelivery Sciences International telah mengembangkan nanokapsul yang dapat digunakan untuk dengan lebih efektif mengantarkan zat gizi seperti vitamin, asam lemak, omega, dan antioksidan likopen ke sel-sel tubuh tanpa mempengaruhi rasa dan warna produk pangan.
Beberapa produk pangan menggunakan bahan pelapis sebagai sistem perlindungan, seperti bahan pelapis yang digunakan pada buah-buahan, sayuran, daging, roti, atau keju. Nanoteknologi memungkinkan dibuatnya lapisan tipis untuk melindungi makanan dengan ketebalan kurang dari 100 nm yang tidak terlihat oleh mata. Lapisan melindungi dari kelembaban, menjaga rasa dan warna makanan, serta memperpanjang masa kadaluarsa produk pangan. Selain itu, bahan pelapisnya juga aman untuk dimakan
Tren nano-food 2010
Untuk negara berkembang yang kekurangan pangan dan masih banyak membutuhkan sumber pangan, nanoteknologi dapat membantu dalam meningkatkan kualitas maupun kuantitas produk pertanian sebagai bahan pangan. Pemanfaatan nanoteknologi kemungkinan dilakukan lewat teknik-teknik baru nanoteknologi yang membantu dalam peningkatan kualitas benih tanaman dan untuk meningkatkan jumlah hasil panen lewat rekayasa genetik.

Pasar untuk produk pangan olahan dengan sentuhan nanoteknologi kemungkinan akan terus bertambah di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Konsumen yang sudah tercukupi kebutuhan pangannya akan lebih meminta adanya produk pangan dengan kualitas yang lebih baik, terutama dari segi kesegaran dan kesehatan. Selain itu, akan lebih banyak permintaan relaxation food, atau makanan yang tidak hanya memberi rasa nyaman, tetapi juga makanan yang menyenangkan. Nanoteknologi memenuhi kebutuhan konsumen modern dengan menjaga kesegaran pangan dan memberi tambahan-tambahan sifat baru pada pangan yang lebih memperhatikan sisi kesehatan serta memberi kenyamanan yang lebih.
Dengan permintaan konsumen seperti ini, perusahaan-perusahaan industri pangan akan lebih banyak lagi mengembangkan kemasan yang dapat mempertahankan kesegaran, tampilan, dan rasa makanan secara lebih baik. Selain itu akan mulai bertambah pula produk-produk pangan dengan tambahan zat gizi sehingga menambah kualitas pangan dari sisi kesehatan.


Pemanfaatan nanoteknologi akan mampu menghasilkan produk-produk dengan zat gizi tambahan seperti ini tanpa mengganggu rasa. Penyerapan zat gizi juga akan lebih ditingkatkan dengan mengembangkan produk pangan sehingga zat gizi di dalamnya akan lebih efektif dan efisien diserap sesuai kebutuhan tubuh.

Menurut kajian tentang tren pangan di tahun 2010 yang dirilis oleh Food Channel®, di antara daftar 10 besar (Top Ten), terdapat beberapa contoh penerapan nanoteknologi di industri pangan. Di urutan ke-2 adalah experimentation food yang menunjukkan masyarakat akan mudah tertarik untuk mencoba-coba produk pangan baru atau dengan kemasan baru. Jenis produk pangan baru dengan nano-kapsul, nano-coating dan nano-emulsi bisa menarik perhatian masyarakat untuk mencoba untuk merasakannya. Di urutan ke-5 adalah new luxury food yang menunjukkan masyarakat mulai mau membeli produk pangan yang harganya lebih mahal, asalkan produk tersebut memiliki keunggulan-keunggulan dibanding makanan yang biasa. Keunggulan tersebut bisa dalam bentuk kandungan residu pestisida, gula, maupun lemak yang rendah. Beberapa produk nano-food sudah berhasil membuat produk rendah lemak, dengan rasa yang tetap terjaga. Di urutan ke-7 adalah food with benefits yang merupakan contoh paling banyak dari penerapan nanoteknologi di industri pangan. Penambahan vitamin, mineral, omega 3 dan zat-zat gizi lainnya yang dibutuhkan tubuh dapat difortifikasi dengan metode nano-enkapsulasi maupun nano-emulsifikasi.

Regulasi teknologi nano Konsumen modern juga akan lebih kritis terhadap kandungan-kandungan yang ada pada produk pangan dan kemasannya, sehingga dibutuhkan sosialisasi dan pendidikan tentang teknologi nano utamanya pada produk pangan. Ini akan membuat perusahaan-perusahaan industri pangan yang memanfaatkan nanoteknologi akan lebih terbuka terhadap produk mereka. Nanoteknologi, terutama nanopartikel yang digunakan pada bahan dan produk pangan akan lebih banyak berhubungan dengan manusia. Oleh karena itu, selain melihat pada manfaatnya perlu dilihat pula keamanan nanopartikel bagi tubuh manusia. Diperlukan studi dan kajian yang mendalam untuk mempelajari pengaruh nanopartikel pada tubuh dan kesehatan manusia, bahkan pengaruhnya terhadap lingkungan. Hal ini dibutuhkan untuk selanjutnya membuat peraturan tentang penggunaan nanopartikel yang dapat menjamin penggunaannya.

Sampai saat ini belum ada regulasi yang khusus mengatur tentang material nano dalam produk komersial, khususnya untuk produk pangan. Namun demikian, banyaknya komentar dan permintaan dari publik untuk berhati-hati terhadap gelombang penerapan teknologi nano, maka US FDA (Food Drug Adminitration) mulai membentuk Nanotechnology Task Force. Publik mendorong agar riset terkait EHS (environment, health and safety) mendapatkan prioritas, karena selama ini riset EHS hanya mendapatkan 4% pendanaan dari NNI (National Nanotechnology Initiative) di Amerika Serikat. Pada tahun-tahun mendatang, riset tentang potensi resiko nanoteknologi pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia akan semakin mendapat perhatian dengan dukungan biaya yang lebih besar.

Dr. Eng. Agus Haryono,
Polymer Chemistry Group,
Pusat Penelitian Kimia LIPI
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar